BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Human Imunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang manusia, menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Karena tidak dapat memperbanyak diri di luar sel tubuh manusia, sehingga virus ini menggunakan sel tubuh manusia untuk memperbanyak diri.
HIV merupakan retrovirus (virus RNA) yang mempunyai enzime reverse transcriptase. Pertama kali ditemukan Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada pasien Limfadenopati. Virus ini diberi nama HIV secara internasional Mei 1986 dan di Indonesia sendiri pertama kali ditemukan pada tahun 1987 pada seseorang wisatawan Belanda.
Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) sendiri merupakan suatu kondisi yang dapat atau akibat terinfeksi HIV, bukan karena keturunan/genetik, mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Seseorang dengan AIDS akan mengalami berbagai jenis penyakit. Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demam, berkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang. Sedangkan jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu. Maka dari itu bagaimana sikap kita terhadap HIV/AIDS tersebut ?
1.2 Tujuan
1. Memahami kebijakan pemerintah dalam penanganan HIV/AIDS
2. Memahami asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS
3. Memahami peran masyarakat dalam penanganan HIV/AIDS
1.3 Rumusan Masalah
1. Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanganan HIV/AIDS?
2. Bagaimana asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS?
3. Bagaiman peran masyarakat dalam penanganan HIV/AIDS?
1.4 Insidensi
Pada tahun 1994 sampai bulan Desember sudah terdapat kasus penyakit AIDS sebesar 441.528 dan kematian akibat AIDS 270.870 yang di laporkan dari populasi orang dewasa , remaja dan anak-anak di Amerika Serikat (Suddarth, 1997). Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui. Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahgunaan narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Akibatnya, resiko tertular anak muda di Indonesia menjadi semakin tinggi.
Situasi Perkembangan HIV AIDS pada tahun 2011 triwulan 1( Januari-Maret 2011)
a. Dari Januari sampai Maret 2011 jumlah kasus AIDS baru yang dilaporkan adalah 351 kasus dari 27 kabupaten/kota di 12 provinsi.
b. Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:2
c. Cara penularan kasus AIDS tertinggi dilaporkan melalui heteroseksual (66,95%) IDU (Injection Drug User) (23.08%), perinatal (5,70%), dan LSL (3,42%)
d. Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 30-49 % tahun (33,62%) disusul kelompok umur 20-29 tahun (33,05%), dan kelompok umur 40-49 tahun (17,09%)
e. Jumlah total kasus baru HIV positif pada layanan VCT di triwulan 1 tahun 2011 adalah 4.552
Situasi Perkembangan HIV AIDS kumulatif sampai Maret 2011
a. Pada tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebesar 2.639 kasus, pada tahun 2006 sebesar 2.873 kasus, pada tahun 2007 sebesar 2.947 kasus, tahun 2008 sebesar 4.969 kasus, pada tahun 2009 sebesar 3.863 kasus dan pada tahun 2010 sebesar 4.158 kasus
b. Sampai Maret 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 24.482 kasus. Sebanyak 300 kabupaten/kota yang melapor dan 32 provinsi yang melapor
c. Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1
d. Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang dilaporkan melalui heteroseksual (53,1%) IDU (37,9%), Lelaki Seks Lelaki (3,0%),perinatal (2,6%), transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%)
e. Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelo,pok umur 40-49 tahun (9,5%)
f. Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan DIY
g. Rate tertinggi Papua (16,6 kali angka nasional), Bali (4,7 kali angka nasional ), DKI Jakarta (4,3 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka nasional), Kalimantan Barat (2,3 kali angka nasional), DIY (1,5 kali angka nasional), Maluku (1,4 kali angka nasional), dan Bangka Belitung (1,1 kali angka nasional)
h. Proporsi kasus AIDS yang meninggal adalah 18,8 %
i. Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah:
· TBC : 11.915
· Diare kronis : 7.254
· Kandidiasis oro-faringeal : 7.098
· Dermatitis generalisata : 1.767
· Limfadenopati generalisata persisten : 795
1.5 Epidemiologi
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya kurang dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara Asia Selatan danAsia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Virus HIV
HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis retrovirus-RNA, semula dikenal sebagai human T lymphotropic virus (HLTV III), juga sebagai lymphadenopaty asociated virus (LAV) atau (ALV) AIDS associatedretro virus (Wibisono, 1989). Virus ini memasuki tubuh akan menginfeksi terutama sel yang mempunyai molekul CD4 (merupakan sistem kekebalan tubuh). Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4, virus memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA retrovirus di transkipsi menjadi DNA melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabungan dan masuk kedalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya (Casey, 1995).
Dengan demikian molekul CD4 yang menjadi sistem kekebalan tubuh akan banyak berkurang sehingga menurunkan kekebalan tubuh yang cukup signifikan. Dampaknya tubuh kita tidak mempunyai pelindung terhadap penyakit dan itu dapat menyebabkan kematian walau hanya dengan sakit pilek biasa (Nursyifa, 2006).
B. Penyakit AIDS
A : acquired= didapat. Berarti HIV menular dari orang yang terinfeksi ke orang lain
I : immune = kekebalan yaitu mengacu pada sistim imunitas/kekebalan tubuh yang terdiri atas sel-sel yang melindungi tubuh terhadap penyakit. HIV menjadi masalah karena sekali ia memasuki tubuh seseorang, ia akan menyerang dan membunuh sel-sel kekebalan tubuh
D : Untuk deficiency=defisiensi/kekurangan, berarti sesuatu yang tidak tercukupi dalam hal ini tubuh tidak memiliki cukup jenis sel tertentu yang diperlukan untuk melindungi dri terhadap infeksi sel-sel ini disebut sel kekebalan atau T, helpen cell. Sejalan dengan waktu HIV membunuh sel-sel ini sehingga sistim kekebalan tubuh menjadi terlalu benar untuk menjalankan tugasnya.
S : Atinya AIDS adalah suatu syndrome = sindrom, sindrom adalah kumpulan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi tertentu yang timbul bersamaan. HIV merupakan sindrom karena penderita AIDS memperlihatkan gejala-gejala dan penyakit yang timbul bersamaan hanya pada orang yang menderita AIDS.
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
C. Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
i) Penularan virus HIV-AIDS secara seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya (ML). Hubungan seksual reseptif tanpa kondom/pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif dengan memakai kondom/pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan HIV karena pelindung/kondom umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. PenularanHIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual.
ii) Penularan virus HIV-AIDS secara Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna jarum suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularanHIV melalui fasilitas kesehatan.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularanHIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
iii) Penularan virus HIV-AIDS pada masa perinatal (kehamilan)
Penularan virus HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal (kehamilan), yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan. Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.
D. Perjalanan Penyakit HIV – Stadium Infeksi HIV
i. Window period = periode jendela. Orang yang terinfekai HIV tidak langsung menjadi “ HIV Positif” terdapat periode 3-6 minggu (kadangkala sampai 3 bulan) sebelum tubuh bereaksi terhadap keberadaan virus dan memproduksi antibodi (zat kimia) yang yang dapat ditemukan pada pemeriksaan laboratorium darah. Bila zat ini ditemukan, hasil test dikatakan “positif “. Periode waktu yang berlalu selama hasil test masih negatif disebut “periode jendela”. Hal ini penting untuk dimengerti karena seseorang dapat menularkan infeksi pada minggu-minggu ini meskipun hasil testnya negatif.
ii. Asympomatic period = periode asimptomatik/periode tanpa gejala. Setelah seseorang terinfeksi HIV, biasanya tidak terjadi perubahan kesehatan. Selama beberapa tahun orang tersebut merasa sehat, dapat bekerja seperti biasa dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kesakitan (ini yang dimaksud dengan "asimptomatik"). Dengan pengecualian memiliki HIV dalam tubuh, orang ini dalam keadaan “sehat untuk bekerja“. Periode asimptomatik ini biasanya sekitar 10 tahun dengan rata-rata 8-12 tahun lamanya. Jarang terjadi seseorang memperlihatkan gejala infeksi dalam waktu 5 tahun setelah infeksi.
iii. Periode simptomatik saat orang tersebut menderita AIDS. Ingat bahwa AIDS adalah suatu “sindrom”, suatu kumpulan kondisi yang terjadi bersamaan sehingga bisa mendapatkan diagnosa AIDS. Kondisi yang biasanya pertama kali terlihat adalah “infeksi oportunistik” , infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang yang sistim kekebalan tubuhnya tidak menurun. Bisanya penyakit yang timbul seperti pneumonia, diare atau meningitis, dan dapat terjadi berulang-ulang. Tipe tumor tertentu juga dapat timbul pada orang yang sisitim kekebalannya telah gagal akibat HIV. Pada poin ini diagnosa AIDS dapat dibuat.
E. Gejala, tanda-tanda, dan komplikasi infeksi virus HIV-AIDS
Berbagai gejala ataupun tanda-tanda seseorang terjangkit atau terinfeksi AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
Tanda dan gejala secara umum, antara lain:
1. Demam lebih dari 38 °C intermitten/ terus menerus
2. Menurunnya berat badan lebih dari 10 %
3. Pembesaran kelenjar getah bening : PGL
4. Diare intermitten/ terus menerus tanpa sebab yang jelas
5. Kelemahan tubuh yang menurunkan aktivitas fisik
6. Keringat malam ( noktidrosis)
F. Patofisiologi AIDS
Virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Human Immuno-deficiency Virus (HIV). HIV termasuk virus RNA, famili Retroviridae. Retrovirus mempunyai sifat khas dalam hal reproduksi. Virus ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup. Pada beberapa tahun pertama sesudah infeksi, kadang-kadang retrovirus tidak menyebabkan penyakit. Kemudian, karena keadaan tertentu, materi genetik yang ada dalam sel pejamu (host cell) menjadi aktif memproduksi virus.
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T4). Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lImfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. RNA dari HIV mulai membentuk DNA dalam struktur yang belum sempurna, disebut proviral DNA, yang akan berintegrasi dengan genome sel induk secara laten (lama). Karena DNA dari HIV bergabung/integrasi dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap kali sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu ikut memperbanyak diri dan akan tetap dibawa oleh sel induk ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa sekali mendapat infeksi virus AIDS maka orang tersebut selama hidupnya akan terus terinfeksi virus, sampai suatu saat (bagian LTR) mampu membuat kode dari messenger RNA (cetakan pembuat gen) dan mulai menjalankan proses pengembangan partikel virus AIDS generasi baru yang mampu ke luar dan sel induk dan mulai menyerang sel tubuh lainnya untuk menimbulkan gejala umum penyakit AIDS (full blown). Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4.
G. Penatalaksanaan
1. Pengobatan HIV
Pengobatan HIV-AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis, Psikologis dan Aspek Sosial.
Aspek Medis meliputi :
a) Pengobatan Suportif : Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga tidak terjadi hal hal yang berlebihan dalam pemberian nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan perburukan keadaan penderita dengan cepat. Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga penderita dapat tetap berselera makan Bila nafsu makan penderita sangat menurun dapat dipertimbangkan pemakaian obat Anabolik Steroid.
b) Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik : penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS.
§ Tuberkulosis
o Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali.
o Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun.
§ Toksoplasmosis
o Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang kurang matang.
o Obat : TMP-SMX 1 dosis/hari.
§ CMV
o Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat menimbulkan kebutaan, Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebab kan luka pada usus.
o Obat : Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari.
§ Jamur
o Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur Kandida.
o Obat : Nistatin 500.000 u per hari
o Flukonazol 100 mg per hari.
c) Pengobatan Antiretroviral.
Indikasi pemberian ARV yaitu pada infeksi HIV akut, ODHA yang menunjukkan gejala klinis atau ODHA tanpa gejala klinis yang memiliki CD4 < 500/mm3 dan atau RNA HIV > 20.000/ml. serta pada PPE HIV. Kombinasi ARV merupakan dasar penatalaksanaan pemberian antivirus terhadap ODHA; karena dapat mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga kejadian penularan/IO/komplikasi lainnya dapat dihindari, dan meningkatkan kualitas serta harapan hidup ODHA. Dua golongan ARV yang diakui Food and Drug Administration (FDA) danWor ld Health Organization (WHO) adalah penghambat reverse transcriptase (PRT), yang terdiri dari analog nukleosida dan non-analog nukleosida, serta penghambat protease (PP) HIV. Ketiga jenis ini dipakai secara kombinasi dan tidak dianjurkan pada pemakaian tunggal.
Penggunaan kombinasi ARV merupakan farmakoterapi yang rasional; sebab masing-masing preparat bekerja pada tempat yang berlainan atau memberikan efek sinergis terhadap yang lain. Preparat golongan PRT analog nukleosida menghambat beberapa proses polimerisasi deoxyribo nucleic adid (DNA) sel termasuk sintesis DNA yang tergantung pada ribonucleic acid (RNA) pada saat terjadi reverse transkripsi; sedangkan PRT analog non-nukleosida secara selektif menghambat prosesr ever s e transkripsi HIV-1. Penghambat protease bekerja dengan cara menghambat sintesis protein inti HIV.
United States Public Health Service (USPHS) dan WHO menganjurkan kombinasi ARV yang dipakai sebagai pengobatan pertama kali adalah 2 preparat PRT analog nukleosida dengan PP, atau 2 preparat PRT analog nukleosida dikombinasikan dengan analog non-nukleosida.
Sedangkan kombinasi antara PRT nukleosida, non-nukleosida dengan PP dipertimbangkan sebagai kombinasi pada pengobatan kasus lanjut. Perlu diperhatikan kombinasi saquinavir dengan ritonavir akan meningkatkan kadar saquinavir dalam plasma, karena ritonavir menghambat kerja enzim sitokrom P450. Sedangkan zidovudin (ZDV) dengan stavudin dan efavirenz dengan saquinavir merupakan kombinasi antagonis satu dengan yang lain. Nevirapin akan menurunkan berturut-turut kadar dalam plasma saquinavir, ritonavir, indinavir dan lopinavir jika dikombinasikan, sehingga kombinasi ARV ini jangan dilakukan.
Sedangkan kombinasi antara PRT nukleosida, non-nukleosida dengan PP dipertimbangkan sebagai kombinasi pada pengobatan kasus lanjut. Perlu diperhatikan kombinasi saquinavir dengan ritonavir akan meningkatkan kadar saquinavir dalam plasma, karena ritonavir menghambat kerja enzim sitokrom P450. Sedangkan zidovudin (ZDV) dengan stavudin dan efavirenz dengan saquinavir merupakan kombinasi antagonis satu dengan yang lain. Nevirapin akan menurunkan berturut-turut kadar dalam plasma saquinavir, ritonavir, indinavir dan lopinavir jika dikombinasikan, sehingga kombinasi ARV ini jangan dilakukan.
Kombinasi ARV pada pengobatan pertama perlu diubah jika ditemu-kan hal-hal sebagai berikut:
1. Penurunan RNA HIV plasma < 0,5-0,75 log10 dalam 4 minggu atau < 1 log10 dalam 8 minggu setelah pengobatan pertama diberikan.
2. Kegagalan penekanan RNA HIV sampai batas tak terdeteksi, dalam 4-6 bulan setelah pengobatan pertarna diberikan.
3. Deteksi ulang RNA HIV plasma setelah kepadatan virus tak terdeteksi, berkembang mengalami peningkatan walaupun ARV masih terus diberikan.
4. Jumlah CD4 tetap mengalami penurunan.
5. Keadaan klinis yang memburuk.
6. Terdapatnya efek:samping ARV.
Bersambung