Sabtu, 29 Oktober 2011

ASKEP Human Imunodeficiency Virus

1.1    Asuhan Keperawatan



A.    Intoleransi aktivitas

·         Assessment

Kaji kondisi pasien (hanya bisa bergerak di tempat tidur, berdiri, ambulasi dan menunjukkan ADLs dan IADLs)

Kaji respon  emosional, social dan spiritual terhadap aktivitas

 Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas

·         Aktivitas kolaborasi

  Berikan analgesic di awal latihan, jika nyeri merupakan faktornya

  Kolaborasikan dengan dokter atau terapi rekreasional untuk merencanakan dan memonitor aktivitas, jika memungkinkan

 Untuk pasien dengan penyakit psikis, memerlukan pelayanan kesehatan psikis

 Dengan ahli gizi, rencana makan untuk meningkatkan intake makanan tinggi energy

 Bekerja sama rehabilitasi jantung jika kondisinya berhubungan dengan penyakit jantung



B.     Gangguan gambaran diri

·         Assessment :

 Kaji dan dokumentasikan respon verbal maupun non verbal terhadap dirinya

 Identifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan

·         Aktivitas kolaborasi:

 Merujuk ke departemen pelayanan social untuk rencana perawatan dengan pasien dan keluarga

 Merujuk ke dokter untuk pelatihan kekuatan dan fleksibilitas, membantu ambulasi

 Merujuk pada tim interdisiplin untuk menangani pasien dengan kebutuhan yang kompleks (ex. : komplikasi pembedahan)



C.     Diare

·         Assessment :

 Melakukan guaiac test on stools

 Pasien telah mengidentifikasi pola usus biasanya

 Memonitor hasil pemeriksaan laboratorium (elektrolit, CBC) dan melaporkan ketidaknormalan

 Kaji dan dokumentasikan: frekuensi, warna, konsistensi, dan jumlah atau ukuran stool

·         Aktivitas kolaborasi:

Konsultasikan kepada ahli gizi untuk penyesuaian makanan

·         NOC

 nutritional satatus : food and fluid intake

·         NIC

 Diarrhea Management :

Monitor for sign and symtoms of diarrhea

Assist patient in performing stress reduction

Weigh Management :

Encourage individual to consume adequate amounts of water

Determine individual motivation for eating



D.    Kecemasan

·         Definition : vague uneasy feeling of discomfort or dread accompanied by autonomic response (he source often nonspecific or unkown to the individual); a feeling of apprehension caused by anticipation of danger. It is an alerting ssignal that warns of impending and enables the individual to take measures to deal with threat

·         Defining characteristics

Behavioral : insomnia

Affective : fearful

Parasympathetic : sleep disturbance

Sympathetic : diarrhea

·         NOC:

Suggested outcome : tingkat cemas, koping

Additional associated outcomes : tingkat stress

·         NIC:

Anxiety reduction: minimizing apprehension, dread, foreboding, or uneasiness related to an unidentified source of anticipated danger

·         Activity :

Gunakan pendekatan yang lembut

Berikan informasi yang sebenarnya mengenai diagnosis, pengobatan serta prognosisnya

Berada di dekat pasien untuk meningkatkan kenyamanan dan emngurangi ketakutan

Sarankan keluarga untuk berada di dekat pasien jika memungkinkan

Identifikasi ketika tingkat kecemasan berubah

Tentukan kemampuan pasien untuk membuat keputusan

Observasi tanda kecemasan, baik verbal maupun nonverbal



E.     Kurangnya pengetahuan

·         Definition

absence or deficiency of cognitive information related to a specific topic

·         Defining characteristics : menyatakan secara verbal masalahnya

·         Related factors : keterbatasan kognitif

·         NOC:

Suggested outcomes : pegetahuan b.d. medikasi

Additional associated outcomes : kognitif

·         NIC:

Health education : developing and providing instruction and learning experiences to facilitate voluntary adaptation of behavior conductive to health to individuals, families, groups or communities

·         Activity:

Identifikasi factor internal dan eksternal yang mungkin dapat meningkatkan atau mengurangi motivasi untuk perilaku sehat

Bantu individu, keluarga dan komunitas dalam mengklarifikasi nilai dan kepercayaan kesehatan

Formulasikan tujuan dari program pendidikan kesehatan



F.      Gangguan interaksi sosial

·         Definition : insufficient or excessive quantity or ineffective quality of social exchange

·         Defining characteristics : ketidaknyamanan dalam situasi social, gangguan berinteraksi dengan yang lain, keluarga menyatakan ada perubahan dalam interaksi (misal : style, pattern)

·         Related factors : gangguan proses pikir

·         NOC:

Suggested outcomes : kemampuan berinteraksi social, keterlibatan social,

Additional associated outcomes : gambaran diri, fungsi keluarga, level takut, tingkat stress

·         NIC :

Suggested interventions for problem resolution:

1.      modifikasi perilaku : social skills: assisting the patient to develop or improve interpersonal social skills

activity:

 bantu pasien untuk mengidentiikasi masalah interpersonal sebagai dampak dari kurangnya kemampuan bersosialisasi

 dukung pasien untuk menyatakan secara verbal berhubungan dengan masalah interpersonal

2.      Socialization enhancement: facilitation of another person’s ability to interact with other

Activity:

Bantu pasien dalam keterlibatan social

Bantu pasien dalam mengembangkan hubungan

Tingkatkan aktivitas social dan komunitas

Kembangkan sharing masalah yang dialami dengan yang lain

Additional optional intervention: coping enhancement: assisting a patient to adapt to perceived stressors, changes, or threat that interfere with meeting life demands and roles

Activity:

 Berikan informasi yang sebenarnya mengenai diagnosis, pengobatan dan prognosisnya

 Evaluasi kemampuan pasien dalam membaut keputusan

 Eksplorasi metode sebelumnya dalam menghadapi masalah hidupnya

 Bantu menyatakan perasaan, persepsi dan ketakutannya secara verbal

 Bantu pasien mengidenifikasi support system yang tersedia

 Tingkatkan keterlibatan keluarga

 Sediakan training social skill jika memungkinkan



G.    risk for infection

·         Definition

at increased risk for being invaded by pathogenic organisms ( meningkatnya resiko untuk diserang organism patogen

·         Risk factor:

 Penyakit kronik

 Imunitas yang tidak adekuat

 Pertehanan tubuh primer yang tidak adekuat : kerusakan kulit,

 Pengetahuan yang kurang untuk menghindari paparan pathogen

 Immunosuppresi

 Agen farmasetik ( obat ARV)

·         NOC :

 Status imun

 Pengetahuan pengendalian infeksi : tingkat pemahaman mengenai pencegahan dan pengendalian infeksi

 Status nutrisi

 Perilaku imunisasi :  kesadaran untuk diberi imunisasi ( vaksin) untuk mencegah penyakit opportunistic dan ARV

 Deteksi resiko :mampu mengidentifikasi ancaman kesehatan

 Pengendalian resiko : pasien menunjukkan tindakan untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman kesehatan actual, pribadi , modifikasi

·         NIC :

 memberikan imunisasi untuk mencegah penyakit opportunistic dan vaksin ARV

·       environmental managemen

mengurangi jumlah pengunjung

 membersihkan lingkungan dengan benar setelah digunakan pengunjung

·       control infeksi :

 mengganti alat yang sudah digunakan setiap kali tindakan

 mengisolasikan pasien di ruang isolasi

 mengajarkan untuk mencuci tangan

 pemakaian universal precaution

 meningkatkan nutrisi dan cairan  yang adekuat

 meningkatkan istirahat

 ajarkan pasien dan keluarga untuk mengidentifikasi gejala infeksi

 ajarkan pada keluarga dan pasien untuk menghindari agen infeksi

·       pengendalian infeksi

 monitor status pertahanan sekunder ( limfosit, albumin, Hb)

 meningkatkan aktivitas olahraga yang tepat

·         aktivitas keperawatan

a.       Assesment

-            monitor for sign of infection example : temperature, pulse rate, drainase, appearance of wuun, appearance of urine, secretion, skin temperature, skin lesion, fatigue, malaise,

-            assess for factor that increase fullnerability to infection

example : advance age, age younger than 1 year, immunocompromise, malnutrition,

-            monitor laboratory values

example : CBC absolute granulosit count, differential result, culture, serum protein and albumin,

-          observe performance of personal hygine practice to protect against infection

1.    patient and family teaching

·                 explain to patient and family why illness of terapi increases the risk for infection

·                 instruct in performance of personal hygine practice example : handwashing

to protect against infection

·                 explain rational and benefit for and side effect of immunization

·                 provide patient and family a method for keeping a record of immunization ( example : form, diary, )

·                 (NIC : infection control)

Instruct patient on appropriate hand washing techniques

Instruct visitors to wash hand on entri and leaving the patient room

2.    Activity collaborative

·                Follow agency protocol for reporting suspective infection or positive culture

·                NIC: infection control : administer antibiotic terapi as appropriate

3.    Other

·                Protect patient from cross contamination by note assigning same nurse to another patient with an infection and not rooming patient with an infected patient

·                (NIC) Infection control :

-          Clean the environment appropriately after each patient use

-          Maintain isolation technique, as appropriate

-          Institute universal precautions

-          Limit the number of visitors, as appropriate



B.     body image disturb :

·         Definsi : confusion in mental picture of one’s physical self ( konfusi pada gambaran mental dari fisik diri seseorang

·         Defining characteristic:

  Respon verbal dan nonverbal terhadap perubahan actual dari stuktur dan fungsi tubuh

  Perasaan negative tentang tubuhnya( putus asa, tidak berdaya)

  Mengungkapkan perubahan gaya hidup

  Perubahan pada keterlibatan social

·         NOC:

·                     Citra tubuh: persepsi yang positif terhadap penampilan dan fungsi tubuh

·                     Penyesuaian psikososial; perubahan kehidupan, pasien akan memelihara hubungan sosial

·                     Harga diri : penyesuaian diri dari harga diri

·                     Grief resolution :

·         NIC :

o    Pencapaian citra rubuh : peningkatan kesadaran pasien dan ketidaksadaran persepsi dan tingkah laku pasien

o    Ajarkan pada orang tua pentingnya respon mereka terhadap perubahan fisik anak dan penyesuaian di kemudian hari sesuai kebutuhan



C.     Hypotermia

·      NOC :

-          Thermoregulation

-          Vital sign

-          Control Hypotermia

·         NIC :

-          Vital sign monitoring :

 Monitor blood pressure, pulse, temperature and respiratory status

 Monitor for and report sign and symtoms of hypotermia

-          Nutrition management :

 monitor recocded intake for nutritional contet AND CALORIES

 weigh patient at apropirate



D.    Gangguan Membran Mukosa Mulut

·         Definisi : Gangguan pada bibir atau jaringan lunak rongga mulut.

·         Batasan Karakteristik

Subjektif

Nyeri / ketidaknyamanan pada mulut.

Melaporkan sendiri adanya rasa yang tidak normal.

Melaporkan sendiri adanya kesulitan untuk makan atau menelan.

Melaporkan sendiri adanya keterbatasan atau hilangnya rasa / pengecapan.

Objektif

Perdarahan

Lidah bersalut

Deskuamasi

Kesulitan berbicara

Edema

Pembesaran tosil lebih dari perkembangan yang sesuai

Fisura, Ceilitis

Lingua geografik

Hiperplasia gusi

Resesi gusi, kantung lebih dari 4 mm

Halitosis

Hiperemia

Makroplasia

Mukosa terkelupas

Lesi atau ulkus mulut

Adanya pathogen

Drainase purulen atau eksudat

Massa kemerahan atau kebiruan (misalnya, hemangioma)

Lidah yang kaku, atrofi, atau sensitive

Stomatitis

Versikel, nodulus, atau papula

Bercak / plak putih, bercak seperti busa, atau eksudat putih seperti kepala susu

Xerostomia (mulut kering)

·         NOC

  Kesehatan mulut: Kondisi mulut, gigi, gusi, dan lidah

  Integritas Jaringan: kulit dan membran Mukosa: keutuhan struktur serta fungsi fisiologis yang normal dari kulit dan membrane mukosa.

·         Intervensi Prioritas

  Restorasi kesehatan mulut: peningkatan penyembuhan untuk pasien yang mengalami lesi mukosa oral atau gigi.

·         Aktivitas Keperawatan

Pengkajian

·         Identifikasi zat yang mengiritasi, seperti tembakau, alcohol, makanan, obat- obatan, suhu makanan yang ekstrem, dan bumbu makanan.

·         Kaji pemahaman dan kemampuan pasien untuk melakukan perawatan mulut.

·         Restorasi Kesehatan Mulut (NIC):

Pantau pasien setiap penggantian tugas jaga dari adanya kekeringan pada mukosa mulut, pantau efek terapeutik dari anestesi toikal, pasta perlindungan mulut, dan analgesic sistemik atau topical, sesuai dengan kebutuhan.



Pendidikan untuk Pasien/ keluarga

·         Restorasi kesehatan mulut (NIC):

Anjurkan program kesehatan mulut sebagai bagian dari perencanan pulang.

Instrusikan pasien untuk menghidari pembersihan mulut komersial.

Instrusiksiakan pasien untuk melaporkan tanda dan gejala infeksi kepada dokter sesegera mungkin.

Aktivitas Kolaborasi

Rundingkan dengan dokter menyagkut instruksi berkumur anti jamur atau anestesi topic oral jika terdapat infeksi jamur.

Aktivitas Lain

·            Sediakan perawatan mulut sebelum makan atau sesuai dengan kebutuhan

·            Hindari pengguanan permen bergula atau permen karet

·            Bersihkan gigi also setiap kali setelah makan.



E.     Nutrition : Imbalanced, less than body Requirment

Definition :  :  Disruption of the lips and/or soft tissue of the oral cavity.

a.      NOC : Nutritional status : Food and Fluid Intake

·         Oral fluid intake

·         Oral food intake

b.      Nutritional status : Nutrient Intake

·         Calori intake

·         Protein intake

·         Carbohydrate intake

·         Fiber intake

c.       Weight: Body Mass

Weight

NIC :  1. Fluid Management :

  Monitor status hidrasi (kelembaban membrane mucus, tekanan darah orthostatic)

  Monitor tanda-tanda vital

  monitor intake  makanan dan minuman, hitung intake kalori perhari

  berikan cairan sesuai kebutuhan.

  tawarkan makanan kecil seperti minuman dan buah segar.

1.      Nutrition management:

  Dorong pasien untuk menyiapkan dn menyimpan makanan dengan cara yang bersih.

  Menyediakan makanan kecil yang bernutrisi, tinggi protein, tinggi kalori dan minuman yang dapat langsung dikonsumsi untuk pasien.

  Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan tipe nutrisi yang dibutuhkan agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi tubuh.

2.      Vital sign monitoring

  Monitor tekanan darah, suhu, nadi pernafasan

3.      Weight management

   Bicarakan denan pasien bahwa suatu kondisi medis dapat berpengaruh pada berat badan

   Dorong pasien untuk mengkonsumsi air dengan jumlah yang adekuat per hari.

ASKEP Human Imunodeficiency Virus

sambungan dari halaman pertama



1.1    Asuhan Keperawatan

A.    Intoleransi aktivitas
·         Assessment
ü  Kaji kondisi pasien (hanya bisa bergerak di tempat tidur, berdiri, ambulasi dan menunjukkan ADLs dan IADLs)
ü  Kaji respon  emosional, social dan spiritual terhadap aktivitas
ü  Evaluasi motivasi dan keinginan pasien untuk meningkatkan aktivitas
·         Aktivitas kolaborasi
ü  Berikan analgesic di awal latihan, jika nyeri merupakan faktornya
ü  Kolaborasikan dengan dokter atau terapi rekreasional untuk merencanakan dan memonitor aktivitas, jika memungkinkan
ü  Untuk pasien dengan penyakit psikis, memerlukan pelayanan kesehatan psikis
ü  Dengan ahli gizi, rencana makan untuk meningkatkan intake makanan tinggi energy
ü  Bekerja sama rehabilitasi jantung jika kondisinya berhubungan dengan penyakit jantung




B.     Gangguan gambaran diri
·         Assessment :
ü  Kaji dan dokumentasikan respon verbal maupun non verbal terhadap dirinya
ü  Identifikasi mekanisme koping yang biasa dilakukan
·         Aktivitas kolaborasi:
ü  Merujuk ke departemen pelayanan social untuk rencana perawatan dengan pasien dan keluarga
ü  Merujuk ke dokter untuk pelatihan kekuatan dan fleksibilitas, membantu ambulasi
ü  Merujuk pada tim interdisiplin untuk menangani pasien dengan kebutuhan yang kompleks (ex. : komplikasi pembedahan)




C.     Diare
·         Assessment :
ü  Melakukan guaiac test on stools

Jumat, 21 Oktober 2011

Human Imunodeficiency Virus

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Human Imunodeficiency Virus (HIV) merupakan virus yang menyerang manusia, menyebabkan penurunan daya tahan tubuh. Karena tidak dapat memperbanyak diri di luar sel tubuh manusia, sehingga virus ini menggunakan sel tubuh manusia untuk memperbanyak diri.
HIV merupakan retrovirus (virus RNA) yang mempunyai enzime reverse transcriptase. Pertama kali ditemukan Januari 1983 oleh Luc Montaigner di Perancis pada pasien Limfadenopati. Virus ini diberi nama HIV secara internasional Mei 1986 dan di Indonesia sendiri pertama kali ditemukan pada tahun 1987 pada seseorang wisatawan Belanda.
Acquired Imune Deficiency Syndrome (AIDS) sendiri merupakan suatu kondisi yang dapat atau akibat terinfeksi HIV, bukan karena keturunan/genetik, mempengaruhi sistem kekebalan tubuh. Seseorang dengan AIDS akan mengalami berbagai jenis penyakit. Berbagai gejala AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakterivirusfungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV memengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga berisiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposikanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma. Biasanya penderita AIDS memiliki gejala infeksi sistemik; seperti demamberkeringat (terutama pada malam hari), pembengkakan kelenjar, kedinginan, merasa lemah, serta penurunan berat badan. Infeksi oportunistik tertentu yang diderita pasien AIDS, juga tergantung pada tingkat kekerapan terjadinya infeksi tersebut di wilayah geografis tempat hidup pasien.
Jumlah penderita HIV/AIDS di  seluruh kabupaten/kota di Indonesia pada 2010 diperkirakan mencapai 93 ribu sampai 130 ribu orang. Sedangkan jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh Indonesia sejak 1980-an hingga September 2009 yang terdata oleh Departemen Kesehatan mencapai 18.442 penderita, dengan perbandingan jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebesar tiga berbanding satu. Maka dari itu bagaimana sikap kita terhadap HIV/AIDS tersebut ?

1.2  Tujuan
1.      Memahami kebijakan pemerintah dalam penanganan HIV/AIDS
2.      Memahami asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS   
3.      Memahami peran masyarakat dalam penanganan HIV/AIDS

1.3  Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kebijakan pemerintah dalam penanganan HIV/AIDS?
2.      Bagaimana asuhan keperawatan pasien HIV/AIDS?
3.      Bagaiman peran masyarakat dalam penanganan HIV/AIDS?

1.4  Insidensi
Pada tahun 1994 sampai bulan Desember sudah terdapat kasus penyakit AIDS sebesar 441.528 dan kematian akibat AIDS 270.870  yang di laporkan dari populasi orang dewasa , remaja dan anak-anak di Amerika Serikat (Suddarth, 1997). Secara global, antara 33,4 dan 46 juta orang kini hidup dengan HIV.  Pada tahun 2005, antara 3,4 dan 6,2 juta orang terinfeksi dan antara 2,4 dan 3,3 juta orang dengan AIDS meninggal dunia, peningkatan dari 2003 dan jumlah terbesar sejak tahun 1981.
UNAIDS dan WHO memperkirakan bahwa AIDS telah membunuh lebih dari 25 juta jiwa sejak pertama kali diakui. Beberapa tahun belakangan, angka kasus endemi HIV/AIDS meningkat tajam di seluruh Indonesia. Wabah ini terutama dipicu oleh para penyalahgunaan narkoba suntik dan para pekerja seks komersil. Akibatnya, resiko tertular anak muda di Indonesia menjadi semakin tinggi.
Situasi Perkembangan HIV AIDS pada tahun 2011 triwulan 1( Januari-Maret 2011)
a.       Dari Januari sampai Maret 2011 jumlah kasus AIDS baru yang dilaporkan adalah 351 kasus dari 27 kabupaten/kota di 12 provinsi.
b.      Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:2
c.       Cara penularan kasus AIDS tertinggi dilaporkan melalui heteroseksual (66,95%) IDU (Injection Drug User) (23.08%), perinatal (5,70%), dan LSL (3,42%)
d.      Proporsi kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 30-49 % tahun (33,62%) disusul kelompok umur 20-29 tahun (33,05%), dan kelompok umur 40-49 tahun (17,09%)
e.       Jumlah total kasus baru HIV positif pada layanan VCT di triwulan 1 tahun 2011 adalah 4.552
Situasi Perkembangan HIV AIDS kumulatif  sampai Maret 2011
a.       Pada tahun 2005 jumlah kasus AIDS yang dilaporkan sebesar 2.639 kasus, pada tahun 2006 sebesar 2.873 kasus, pada tahun 2007 sebesar 2.947 kasus, tahun 2008 sebesar 4.969 kasus, pada tahun 2009 sebesar 3.863 kasus dan pada tahun 2010 sebesar 4.158 kasus
b.      Sampai Maret 2011 secara kumulatif jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 24.482 kasus. Sebanyak 300 kabupaten/kota yang melapor dan 32 provinsi yang melapor
c.       Ratio kasus AIDS antara laki-laki dan perempuan adalah 3:1
d.      Cara penularan kasus AIDS kumulatif yang  dilaporkan melalui heteroseksual (53,1%) IDU (37,9%), Lelaki Seks Lelaki (3,0%),perinatal (2,6%), transfusi darah (0,2%) dan tidak diketahui (3,2%)
e.       Proporsi kumulatif kasus AIDS tertinggi dilaporkan pada kelompok umur 20-29 tahun (47,2%), disusul kelompok umur 30-39 tahun (31,3%) dan kelo,pok umur 40-49 tahun (9,5%)
f.       Kasus AIDS terbanyak dilaporkan dari DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Papua, Bali, Kalimantan Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, dan DIY
g.      Rate tertinggi Papua (16,6 kali angka nasional), Bali (4,7 kali angka nasional ), DKI Jakarta (4,3 kali angka nasional), Kep. Riau (2,4 kali angka nasional), Kalimantan Barat (2,3 kali angka nasional), DIY (1,5 kali angka nasional), Maluku (1,4 kali angka nasional), dan Bangka Belitung (1,1 kali angka nasional)
h.      Proporsi kasus AIDS yang meninggal adalah 18,8 %
i.        Infeksi oportunistik yang terbanyak dilaporkan adalah:
·         TBC : 11.915
·         Diare kronis : 7.254
·         Kandidiasis oro-faringeal : 7.098
·         Dermatitis generalisata : 1.767
·         Limfadenopati generalisata persisten : 795

1.5  Epidemiologi
Afrika Sub-Sahara tetap merupakan wilayah terburuk yang terinfeksi, dengan perkiraan 21,6 sampai 27,4 juta jiwa kini hidup dengan HIV. Dua juta [1,5&-3,0 juta] dari mereka adalah anak-anak yang usianya kurang dari 15 tahun. Lebih dari 64% dari semua orang yang hidup dengan HIV ada di Afrika Sub Sahara, lebih dari tiga per empat (76%) dari semua wanita hidup dengan HIV. Pada tahun 2005, terdapat 12.0 juta [10.6-13.6 juta] anak yatim/piatu AIDS hidup di Afrika Sub Sahara Asia Selatan danAsia Tenggara adalah terburuk kedua yang terinfeksi dengan besar 15%. 500.000 anak-anak mati di region ini karena AIDS. Dua-tiga infeksi HIV/AIDS di Asia muncul di India, dengawn perkiraan 5.7 juta infeksi (perkiraan 3.4 - 9.4 juta) (0.9% dari populasi), melewati perkiraan di Afrika Selatan yang sebesar 5.5 juta (4.9-6.1 juta) (11.9% dari populasi) infeksi, membuat negara ini dengan jumlah terbesar infeksi HIV di dunia. Di 35 negara di Afrika dengan perataan terbesar, harapan hidup normal sebesar 48.3 tahun - 6.5 tahun sedikit daripada akan menjadi tanpa penyakit. 

BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Virus HIV
HIV ( Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis retrovirus-RNA, semula dikenal sebagai human T lymphotropic virus (HLTV III), juga sebagai lymphadenopaty asociated virus (LAV) atau (ALV) AIDS associatedretro virus (Wibisono, 1989). Virus ini memasuki tubuh akan menginfeksi terutama sel yang mempunyai molekul CD4 (merupakan sistem kekebalan tubuh). Kelompok sel terbesar yang mempunyai molekul CD4 adalah limfosit T4. Sel-sel target lain adalah monosit, makrofag, sel dendrit, sel langerhans dan sel mikroglia. Setelah mengikat molekul CD4, virus memasuki sel target dan melepaskan selubung luarnya. RNA retrovirus di transkipsi menjadi DNA melalui transkripsi terbalik. Beberapa DNA yang baru terbentuk saling bergabungan dan masuk kedalam sel target dan membentuk provirus. Provirus dapat menghasilkan protein virus baru, yang bekerja menyerupai pabrik untuk virus-virus baru. Sel target normal akan membelah dan memperbanyak diri seperti biasanya dan dalam proses ini provirus juga ikut menyebarkan anak-anaknya (Casey, 1995).
Dengan demikian molekul CD4 yang menjadi sistem kekebalan tubuh akan banyak berkurang sehingga menurunkan kekebalan tubuh yang cukup signifikan. Dampaknya tubuh kita tidak mempunyai pelindung terhadap penyakit dan itu dapat menyebabkan kematian walau hanya dengan sakit pilek biasa (Nursyifa, 2006).

B.     Penyakit AIDS
A    :  acquired= didapat. Berarti HIV menular dari orang yang terinfeksi ke orang  lain
I      : immune = kekebalan yaitu mengacu pada sistim imunitas/kekebalan tubuh yang terdiri atas sel-sel yang melindungi tubuh terhadap penyakit. HIV menjadi masalah karena sekali ia memasuki tubuh seseorang, ia akan menyerang dan membunuh sel-sel kekebalan tubuh
D    :  Untuk deficiency=defisiensi/kekurangan, berarti sesuatu yang tidak tercukupi dalam hal ini tubuh tidak memiliki cukup jenis sel tertentu yang diperlukan untuk melindungi dri terhadap infeksi sel-sel ini disebut sel kekebalan atau T, helpen cell. Sejalan dengan waktu HIV membunuh sel-sel ini sehingga sistim kekebalan tubuh menjadi terlalu benar untuk menjalankan tugasnya.
S     :  Atinya AIDS adalah suatu syndrome = sindrom, sindrom adalah kumpulan tanda-tanda dan gejala yang berhubungan dengan penyakit atau kondisi tertentu yang timbul bersamaan. HIV merupakan sindrom karena penderita AIDS memperlihatkan gejala-gejala dan penyakit yang timbul bersamaan hanya pada orang yang menderita AIDS. 
AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah dampak atau efek dari perkembang biakan virus hiv dalam tubuh makhluk hidup. Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.

C.     Metode / Teknik Penularan dan Penyebaran Virus HIV AIDS
i)     Penularan virus HIV-AIDS secara seksual
Penularan (transmisi) HIV secara seksual terjadi ketika ada kontak antara sekresi cairan vagina atau cairan preseminal seseorang dengan rektum, alat kelamin, atau membran mukosa mulut pasangannya (ML). Hubungan seksual reseptif tanpa kondom/pelindung lebih beresiko daripada hubungan seksual insertif dengan memakai kondom/pelindung, dan resiko hubungan seks anal lebih besar daripada resiko hubungan seks biasa dan seks oral. Seks oral tidak berarti tak beresiko karena HIV dapat masuk melalui seks oral reseptif maupun insertif. Kekerasan seksual secara umum meningkatkan resiko penularan HIV karena pelindung/kondom umumnya tidak digunakan dan sering terjadi trauma fisik terhadap rongga vagina yang memudahkan transmisi HIV.Penyakit menular seksual meningkatkan resiko penularan HIV karena dapat menyebabkan gangguan pertahanan jaringan epitel normal akibat adanya borok alat kelamin, dan juga karena adanya penumpukan sel yang terinfeksi HIV (limfosit dan makrofag) pada semen dan sekresi vaginal. PenularanHIV bergantung pada tingkat kemudahan penularan dari pengidap dan kerentanan pasangan seksual yang belum terinfeksi. Kemudahan penularan bervariasi pada berbagai tahap penyakit ini dan tidak konstan antarorang. Beban virus plasma yang tidak dapat dideteksi tidak selalu berarti bahwa beban virus kecil pada air mani atau sekresi alat kelamin. Setiap 10 kali penambahan jumlah RNA HIV plasma darah sebanding dengan 81% peningkatan laju transmisi HIV. Wanita lebih rentan terhadap infeksi HIV-1 karena perubahan hormon, ekologi serta fisiologi mikroba vaginal, dan kerentanan yang lebih besar terhadap penyakit seksual. 
ii)   Penularan virus HIV-AIDS secara Kontaminasi patogen melalui darah
Jalur penularan ini terutama berhubungan dengan pengguna jarum suntik, penderita hemofilia, dan resipien transfusi darah dan produk darah. Berbagi dan menggunakan kembali jarum suntik (syringe) yang mengandung darah yang terkontaminasi oleh organisme biologis penyebab penyakit (patogen), tidak hanya merupakan resiko utama atas infeksi HIV, tetapi juga hepatitis B dan hepatitis C.
Berbagi penggunaan jarum suntik merupakan penyebab sepertiga dari semua infeksi baru HIV dan 50% infeksi hepatitis C di Amerika Utara, Republik Rakyat Cina, dan Eropa Timur. Resiko terinfeksi dengan HIV dari satu tusukan dengan jarum yang digunakan orang yang terinfeksi HIV diduga sekitar 1 banding 150. Post-exposure prophylaxis dengan obat anti-HIV dapat lebih jauh mengurangi resiko itu. Pekerja fasilitas kesehatan (perawat, pekerja laboratorium, dokter, dan lain-lain) juga dikhawatirkan walaupun lebih jarang. Jalur penularan ini dapat juga terjadi pada orang yang memberi dan menerima rajah dan tindik tubuh.
Kewaspadaan universal sering kali tidak dipatuhi baik di Afrika Sub Sahara maupun Asia karena sedikitnya sumber daya dan pelatihan yang tidak mencukupi.
WHO memperkirakan 2,5% dari semua infeksi HIV di Afrika Sub Sahara ditransmisikan melalui suntikan pada fasilitas kesehatan yang tidak aman.Oleh sebab itu, Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, didukung oleh opini medis umum dalam masalah ini, mendorong negara-negara di dunia menerapkan kewaspadaan universal untuk mencegah penularanHIV melalui fasilitas kesehatan.
Resiko penularan HIV pada penerima transfusi darah sangat kecil di negara maju. Di negara maju, pemilihan donor bertambah baik dan pengamatan HIV dilakukan. Namun demikian, menurut WHO, mayoritas populasi dunia tidak memiliki akses terhadap darah yang aman dan "antara 5% dan 10% infeksi HIV dunia terjadi melalui transfusi darah yang terinfeksi".
iii) Penularan virus HIV-AIDS pada masa perinatal (kehamilan)
Penularan virus HIV dari ibu ke anak dapat terjadi melalui rahim (in utero) selama masa perinatal (kehamilan), yaitu minggu-minggu terakhir kehamilan dan saat persalinan.  Bila tidak ditangani, tingkat penularan dari ibu ke anak selama kehamilan dan persalinan adalah sebesar 25%. Namun demikian, jika sang ibu memiliki akses terhadap terapi antiretrovirus dan melahirkan dengan cara bedah caesar, tingkat penularannya hanya sebesar 1%. Sejumlah faktor dapat memengaruhi resiko infeksi, terutama beban virus pada ibu saat persalinan (semakin tinggi beban virus, semakin tinggi resikonya). Menyusui meningkatkan resiko penularan sebesar 4%.

D.    Perjalanan Penyakit HIV – Stadium Infeksi HIV
i. Window period = periode jendela. Orang yang terinfekai HIV tidak langsung menjadi “ HIV Positif” terdapat periode 3-6 minggu (kadangkala sampai 3 bulan) sebelum tubuh bereaksi terhadap keberadaan virus dan memproduksi antibodi (zat kimia) yang yang dapat ditemukan pada pemeriksaan laboratorium darah. Bila zat ini ditemukan, hasil test dikatakan “positif “. Periode waktu yang berlalu selama hasil test masih negatif disebut “periode jendela”. Hal ini penting untuk dimengerti karena seseorang dapat menularkan infeksi pada minggu-minggu ini meskipun hasil testnya negatif.
ii.  Asympomatic period = periode asimptomatik/periode tanpa gejala. Setelah seseorang terinfeksi HIV, biasanya tidak terjadi perubahan kesehatan. Selama beberapa tahun orang tersebut merasa sehat, dapat bekerja seperti biasa dan tidak memperlihatkan tanda-tanda kesakitan (ini yang dimaksud dengan "asimptomatik"). Dengan pengecualian memiliki HIV dalam tubuh, orang ini dalam keadaan  “sehat untuk bekerja“. Periode asimptomatik ini biasanya sekitar 10 tahun dengan rata-rata 8-12 tahun lamanya. Jarang terjadi seseorang memperlihatkan gejala infeksi dalam waktu 5 tahun setelah infeksi.
iii. Periode simptomatik saat orang tersebut menderita AIDS. Ingat bahwa AIDS adalah suatu “sindrom”, suatu kumpulan kondisi yang terjadi bersamaan sehingga bisa mendapatkan diagnosa AIDS. Kondisi yang biasanya pertama kali terlihat adalah “infeksi oportunistik” , infeksi yang disebabkan oleh bakteri atau virus yang biasanya tidak menyebabkan penyakit pada orang yang sistim kekebalan tubuhnya tidak menurun. Bisanya penyakit yang timbul seperti pneumonia, diare atau meningitis, dan dapat terjadi berulang-ulang. Tipe tumor tertentu juga dapat timbul pada orang yang sisitim kekebalannya telah gagal akibat HIV. Pada poin ini diagnosa AIDS dapat dibuat.

E.     Gejala, tanda-tanda, dan komplikasi infeksi virus HIV-AIDS

Berbagai gejala ataupun tanda-tanda seseorang terjangkit atau terinfeksi AIDS umumnya tidak akan terjadi pada orang-orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik. Kebanyakan kondisi tersebut akibat infeksi oleh bakteri, virus, fungi dan parasit, yang biasanya dikendalikan oleh unsur-unsur sistem kekebalan tubuh yang dirusak HIV. Infeksi oportunistik umum didapati pada penderita AIDS. HIV mempengaruhi hampir semua organ tubuh. Penderita AIDS juga beresiko lebih besar menderita kanker seperti sarkoma Kaposi, kanker leher rahim, dan kanker sistem kekebalan yang disebut limfoma.
            Tanda dan gejala secara umum, antara lain:
1.    Demam lebih dari 38 °C intermitten/ terus menerus
2.    Menurunnya berat badan lebih dari 10 %
3.    Pembesaran kelenjar getah bening : PGL
4.    Diare intermitten/ terus menerus tanpa sebab yang jelas
5.    Kelemahan tubuh yang menurunkan aktivitas fisik
6.    Keringat malam ( noktidrosis)

F.      Patofisiologi AIDS
Virus penyebab Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah Human Immuno-deficiency Virus (HIV). HIV termasuk virus RNA, famili Retroviridae. Retrovirus mempunyai sifat khas dalam hal reproduksi. Virus ini mempunyai enzim yang disebut reverse transcriptase. Enzim ini menyebabkan retrovirus mampu mengubah informasi genetiknya ke dalam bentuk yang terintegrasi di dalam informasi genetik dari sel yang diserangnya. Jadi setiap kali sel yang dimasuki retrovirus membelah diri, informasi genetik virus juga ikut diturunkan. Satu kali terinfeksi oleh retrovirus, maka infeksi ini akan bersifat permanen, seumur hidup. Pada beberapa tahun pertama sesudah infeksi, kadang-kadang retrovirus tidak menyebabkan penyakit. Kemudian, karena keadaan tertentu, materi genetik yang ada dalam sel pejamu (host cell) menjadi aktif memproduksi virus.
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T4). Limfosit T4 merupakan pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lImfosit T4. Setelah HIV mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA agar dapat bergabung dengan DNA sel target. Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus. RNA dari HIV mulai membentuk DNA dalam struktur yang belum sempurna, disebut proviral DNA, yang akan berintegrasi dengan genome sel induk secara laten (lama). Karena DNA dari HIV bergabung/integrasi dengan genome sel induknya (limfosit T helper) maka setiap kali sel induk berkembang biak, genom HIV tersebut selalu ikut memperbanyak diri dan akan tetap dibawa oleh sel induk ke generasi berikutnya. Oleh karena itu dapat dianggap bahwa sekali mendapat infeksi virus AIDS maka orang tersebut selama hidupnya akan terus terinfeksi virus, sampai suatu saat (bagian LTR) mampu membuat kode dari messenger RNA (cetakan pembuat gen) dan mulai menjalankan proses pengembangan partikel virus AIDS generasi baru yang mampu ke luar dan sel induk dan mulai menyerang sel tubuh lainnya untuk menimbulkan gejala umum penyakit AIDS (full blown). Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel limfosit T4.

G.    Penatalaksanaan
1.      Pengobatan HIV
Pengobatan HIV-AIDS pada dasarnya meliputi aspek Medis Klinis, Psikologis dan Aspek Sosial.
Aspek Medis meliputi :
                         a)   Pengobatan Suportif : Penilaian gizi penderita sangat perlu dilakukan dari awal sehingga tidak terjadi hal hal yang berlebihan dalam pemberian nutrisi atau terjadi kekurangan nutrisi yang dapat menyebabkan perburukan keadaan penderita dengan cepat. Penyajian makanan hendaknya bervariatif sehingga penderita dapat tetap berselera makan Bila nafsu makan penderita sangat menurun dapat dipertimbangkan pemakaian obat Anabolik Steroid.
 b)  Pencegahan dan pengobatan infeksi Oportunistik : penyakit infeksi Oportunistik yang sering terdapat pada penderita infeksi HIV dan AIDS.
§   Tuberkulosis
o    Sejak epidemi AIDS maka kasus TBC meningkat kembali.
o    Dosis INH 300 mg setiap hari dengan vit B6 50 mg paling tidak untuk masa satu tahun.
§   Toksoplasmosis
o    Sangat perlu diperhatikan makanan yang kurang masak terutama daging yang kurang matang.
o    Obat :  TMP-SMX  1 dosis/hari.
§   CMV
o    Virus ini dapat menyebabkan Retinitis dan dapat menimbulkan kebutaan, Ensefalitis, Pnemonitis pada paru, infeksi saluran cernak yang dapat menyebab kan luka pada usus.
o    Obat  :  Gansiklovir kapsul 1 gram tiga kali sehari.
§   Jamur
o    Jamur yang paling sering ditemukan pada penderita AIDS adalah jamur Kandida.
o    Obat  :  Nistatin  500.000 u per hari
o    Flukonazol 100 mg per hari.
c)    Pengobatan Antiretroviral.
Indikasi pemberian ARV yaitu pada infeksi HIV akut, ODHA yang menunjukkan gejala klinis atau ODHA tanpa gejala klinis yang memiliki CD4 < 500/mm3 dan atau RNA HIV > 20.000/ml. serta pada PPE HIV. Kombinasi ARV merupakan dasar penatalaksanaan pemberian antivirus terhadap ODHA; karena dapat mengurangi resistensi, menekan replikasi HIV secara efektif sehingga kejadian penularan/IO/komplikasi lainnya dapat dihindari, dan meningkatkan kualitas serta harapan hidup ODHA. Dua golongan ARV yang diakui Food and Drug Administration (FDA) danWor ld Health Organization (WHO) adalah penghambat reverse transcriptase (PRT), yang terdiri dari analog nukleosida dan non-analog nukleosida, serta penghambat protease (PP) HIV. Ketiga jenis ini dipakai secara kombinasi dan tidak dianjurkan pada pemakaian tunggal.
Penggunaan kombinasi ARV merupakan farmakoterapi yang rasional; sebab masing-masing preparat bekerja pada tempat yang berlainan atau memberikan efek sinergis terhadap yang lain. Preparat golongan PRT analog nukleosida menghambat beberapa proses polimerisasi deoxyribo nucleic adid (DNA) sel termasuk sintesis DNA yang tergantung pada ribonucleic acid (RNA) pada saat terjadi reverse transkripsi; sedangkan PRT analog non-nukleosida secara selektif menghambat prosesr ever s e transkripsi HIV-1. Penghambat protease bekerja dengan cara  menghambat sintesis protein inti HIV.
United States Public Health Service (USPHS) dan WHO menganjurkan kombinasi ARV yang dipakai sebagai pengobatan pertama kali adalah 2 preparat PRT analog nukleosida dengan PP, atau 2 preparat PRT analog nukleosida dikombinasikan dengan analog non-nukleosida.
Sedangkan kombinasi antara PRT nukleosida, non-nukleosida dengan PP dipertimbangkan sebagai kombinasi pada pengobatan kasus lanjut.
Perlu diperhatikan kombinasi saquinavir dengan ritonavir akan meningkatkan kadar saquinavir dalam plasma, karena ritonavir menghambat kerja enzim sitokrom P450. Sedangkan zidovudin (ZDV) dengan stavudin dan efavirenz dengan saquinavir merupakan kombinasi antagonis satu dengan yang lain. Nevirapin akan menurunkan berturut-turut kadar dalam plasma saquinavir, ritonavir, indinavir dan lopinavir jika dikombinasikan, sehingga kombinasi ARV ini jangan dilakukan.
Kombinasi ARV pada pengobatan pertama perlu diubah jika ditemu-kan hal-hal sebagai berikut:
1. Penurunan RNA HIV plasma < 0,5-0,75 log10 dalam 4 minggu atau < 1 log10 dalam 8 minggu setelah pengobatan pertama diberikan.
2. Kegagalan penekanan RNA HIV sampai batas tak terdeteksi, dalam 4-6 bulan setelah pengobatan pertarna diberikan.
3. Deteksi ulang RNA HIV plasma setelah kepadatan virus tak terdeteksi, berkembang mengalami peningkatan walaupun ARV masih terus diberikan.
4. Jumlah CD4 tetap mengalami penurunan.
5. Keadaan klinis yang memburuk.
6. Terdapatnya efek:samping ARV.


Bersambung